EFEKTIVITAS LETHAL OVITRAP ATRAKTAN TERHADAP PENURUNAN KEPADATAN LARVA Aedes aegypti DI KELURAHAN ADATONGENG KECAMATAN TURIKALE KABUPATEN MAROS

Jum'at, 24 Juni 2016, 11:49:19 WITA, Dibaca : 1.855 kali

EFEKTIVITAS LETHAL OVITRAP ATRAKTAN TERHADAP PENURUNAN KEPADATAN LARVA Aedes aegypti DI KELURAHAN ADATONGENG KECAMATAN TURIKALE KABUPATEN MAROS     EFFECTIVENESS OF LETHAL OVITRAP ATTRACTANT TO DECREASE THE DENSITY OF Aedes aegypti LARVA IN ADATONGENG VILLAGE OF TURIKALE DISTRICT MAROS REGENCY                              Yulce Rakkang1, A Arsunan Arsin 2, Hasanuddin Ishak3     1 Alumni Program Magister
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
2 Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin 3Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin               Alamat Korespondensi:   Yulce Rakkang, SKM Perum Citra Sudiang Estate A4 No.9 Makassar Sulawesi Selatan HP: 081342795803 Email: yulcerakkang@gmail.com                        
ABSTRAK Lethal ovitrap adalah suatu perangkap untuk tempat bertelur nyamuk Aedes yang pada bagian atasnya diberi kasa nylon direkatkan pada cincin gabus dan diisi dengan atraktan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas lethal ovitrap terhadap penurunan kepadatan larva Aedes aegypti di Kelurahan Adatongeng Kecamatan Turikale Kabupaten Maros tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan menggunakan desain pretest-postest with control group design. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah larva nyamuk Aedes aegypti pada lokasi penelitian. Unit penelitian adalah sekelompok rumah atau bangunan yang berada pada RW II Lingkungan Perumnas Kelurahan Adatongeng. Penentuan unit penelitian secara purposive sampling karena merupakan daerah endemis DBD di Kelurahan Adatongeng. Unit penelitian sebanyak 90 rumah. Data dianalisis menggunakan uji Wilcoxon dan uji Mann-whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi LO berisi air rendaman jerami 10% terjadi penuruan kepadatan larva (kepadatan larva pre tes=16; post tes=5; nilai ρ=0,000), pada LO berisi atraktan air rendaman udang 10% terjadi penurunan kepadatan larva Aedes aegypti (kepadatan larva pre tes=20; post tes=6; nilai ρ=0,000), ada perbedaan penurunan larva pada atraktan air rendaman jerami 10% dan air rendaman udang 10% dengan nilai ρ=0,15. Disimpulkan bahwa penggunaan lethal ovitrap berisi atraktan air rendaman jerami 10% dan atraktan air rendaman udang 10%  efektif dalam penurunan kepadatan larva Aedes aegypti dan dapat diterapkan sebagai salah satu cara pengendalian nyamuk Aedes.   Kata Kunci :  Lethal ovitrap, air rendaman jerami, air rendaman udang, kepadatan larva.    
ABSTRACT   Lethal ovitrap is an trap for a place lay eggs mosquitoes Aedes which on part top of it were given gauze nylon glued together on ring cork and filled with attractants. The aim of the research is find out the effectiveness of the use of lethal ovitrap attractant to decrease of the density of Aedes aegypti larva in the Adatongeng Village of Turikale District Maros Regency in 2013. The research was a quasi experimental study using a pretest-posttest design with control group design. Population and sample were Aedes aegypti mosquito larva in the research area. The research unit was a group of housings in RW II of National Housing Environmet of Adatongeng Village. The research unit was determined using purposive sampling method since it was the dengue endemic area in Adatongeng Village. The research unit consisted of 90 houses. Data analysis using the Wilcoxon test and Mann-whitney test. The results of the research indicate that ini intervention group, lethal ovitrap (LO) which congtains attractant of 10% hay infusion is effective to decrease the density of Aedes aegypti larva (the density larva pretest score=16; posttest=5; p value = 0.000). Lethal ovitrap which contains attractant of 10% shrimp soaking water is effective to decrease  the density of Aedes aegypti larva (the density larva pretest score=20; posttest=6; p value = 0.000). There is a difference of larva decrease in attractant of 10% hay infusion and 10% shrimp soaking water with the value of p = 0.015. Be concluded that the the use of lethal of which ovitrap contains attractant of 10% hay infusion and attractant of 10%  shrimp soaking water effective in decline density of larvae Aedes aegypti and can be be applied as one way of mosquito control Aedes.     Keywords: Lethal ovitrap, hay infusion, shrimp soaking water, larva density  
PENDAHULUAN Penyakit Demam Berdarah  (DBD) atau biasa disebut Dengue Haemorrahagic Fever (DHF) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti. Penyakit DBD dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan masyarakat internasional. Menurut estimasi saat ini, 2,5 milyar orang tinggal di daerah endemik DBD. Penyebaran geografis dari kedua vektor nyamuk telah menyebabkan epidemi demam berdarah dan munculnya demam berdarah dengue (DBD) dalam 25 tahun terakhir dengan perkembangan hiperendemisitas pada pusat perkotaan di daerah tropis. DBD pertama kali muncul pada tahun 1950 di Filipina dan Thailand. Pada tahun 1970 sembilan negara telah mengalami epidemi DBD dan sekarang jumlahnya telah meningkat lebih dari empat kali lipat, DBD telah menjadi penyebab utama rawat inap dan kematian pada  anak-anak di beberapa negara (WHO, 2012). Tingginya kasus DBD di suatu wilayah sangat ditentukan oleh tingginya populasi nyamuk Aedes di wilayah tersebut. Semakin padat populasi nyamuk,  semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya KLB penyakit DBD. Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan fogging menggunakan insektisida (racun serangga). Melakukan fogging saja tidak cukup karena dengan fogging yang mati hanya nyamuk dewasa saja, larva nyamuk tidak mati dengan pengasapan (Kemenkes, 2012). Selain itu juga pengasapan menggunakan bahan insektisida organofosfat dapat menimbulkan resistensi vektor akibat dosis yang tidak tepat (Bento dkk, 2003).  Salah satu cara pengendalian nyamuk Aedes yang berhasil menurunkan densitas vektor di beberapa negara adalah penggunaan perangkap telur (ovitrap) berupa peralatan untuk mendeteksi keberadaan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Secara khusus, ovitrap digunakan untuk mendeteksi manifestasi nyamuk ke area baru yang sebelumnya pernah dibasmi. Alat ini dikembangkan oleh Fay dan Eliason pada tahun 1966 dan disebarluaskan oleh CDC (Sayono dkk, 2010). Pada beberapa negara telah dilakukan pengendalian vektor Aedes dengan memanfaatkan perangkap telur (ovitrap). Untuk mendeteksi adanya vektor Aedes di Kota Manila dilakukan pemasangan ovitrap  pada lima rumah sakit dan didapatkan kepadatan telur Aedes sebanyak 0,0-48,5 yang menunjukkan adanya vektor Aedes aegypti pada lima rumah sakit di Kota Manila (Cruz dkk, 2008). Di Srilanka ditemukan sebanyak 3.075 Ae.aegypti dan 2.665 Ae.albopictus terperangkap dalam ovitrap outdoor serta 2.528 Ae.aeygypti dan 2.002 Ae.albopictus terperangkap dalam ovitrap indoor (Sinnathamby dkk, 2007). Di Indonesia telah dilakukan pemantauan keberadaan nyamuk Aedes aegypti dengan cara pemasangan ovitrap di desa Gonilan Kartasura Sukoharjo didapati bahwa  ovitrap index di Dusun Gonilan sebesar 39,1%,Dusun Tuwak 29,5%, dan Dusun Keduren 16,4%. Angka bebas jentik (ABJ) di Dusun Gonilan 50,0%, Dusun Tuwak 67,9% dan paling tinggi di Dusun Keduren 69,2% (Astuti, 2008). Untuk memaksimalkan ovitrap dalam pengendalian vektor Aedes, maka dilakukan beberapa modifikasi terhadap ovitrap. Zeichner dkk (1999),  telah memodifikasi ovitrap menjadi perangkap nyamuk yang mematikan (lethal atau autocidal ovitrap) dengan menambahkan beberapa jenis insektisida pada media bertelur (ovistrip) dengan efektifitas 45 – 100%. Sithiprasasna dkk (2003) memodifikasi ovitrap menjadi perangkap jentik-auto dengan memasang kassa nylon tepat pada permukaan air. Untuk menarik penciuman nyamuk datang ke ovitrap yang telah dimodifikasi menjadi lethal ovitrap (LO) digunakan atraktan. Hal ini dilakukan oleh Sayono dkk (2008), didapatkan hasil bahwa rerata nyamuk Aedes yang terperangkap pada lethal ovitrap berbeda secara bermakna berdasarkan jenis atrakatan, rerata terbanyak terjadi pada lethal ovitrap pada atraktan air rendaman udang windu 10 %, diikuti air rendaman jerami 10% dan air hujan. Air rendaman udang windu merupakan atraktan paling menarik diantara air rendaman jerami dan air hujan. Beberapa penelitian tentang ovitrap dan lethal ovitrap (LO) telah dilakukan di berbagai negara. Sebagian besar dilakukan di laboratorium dan sebagian besar di lapangan untuk mengetahui rerata nyamuk yang terperangkap. Lethap ovitrap merupakan salah satu cara pengendalian nyamuk Aedes aegypti yang tidak menggunakan insektisida sehingga aman digunakan dan dapat dilakukan oleh masyarakat dengan bahan yang mudah didapatkan. Penelitian lapangan tentang  ovitrap dengan penambahan atraktan dan kassa nylon (lethal ovitrap) telah dilakukan di Semarang yang bertujuan untuk melihat rerata nyamuk yang terperangkap dalam lethal ovitrap (LO). Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Efektivitas lethal ovitrap atraktan terhadap penurunan kepadatan larva Aedes aegypti” dengan wadah yang berbeda.  
 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Adatongeng Kecamatan Turikale Kabupaten Maros yang merupakan daerah endemis DBD. Jenis Penelitian adalah eksperimen semu (Quasy Experiment) ini menggunakan desain pretest-postest with control group design. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah larva nyamuk Aedes aegypti dan sampelnya adalah larva nyamuk Aedes aegypti yang berada dalam lokasi penelitian. Unit  penelitian adalah sekelompok rumah/bangunan yang berada dalam lokasi penelitian. Penentuan unit penelitian dilakukan secara purposive sampling. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan berupa data primer dengan menggunakan check list untuk memperoleh data jumlah kontainer dan pengendalian vektor yang dilakukan, melakukan observasi dan penghitungan jumlah larva dan telur pada lethal ovitrap, penghitungan jumlah larva pada kontainer.  Selain itu data yang dikumpulkan juga berupa data sekunder dimana data tersebut diperoleh dari Data kasus penyakit DBD diperoleh dari laporan tahunan Nasional, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Kesehatan Kabupaten  Maros dan Puskesmas Alliritengae. Analisis Data        Data yang diperoleh diolah secara manual dan dilanjutkan dengan komputer menggunakan program SPSS melalui tahapan editing, coding dan entry data kemudian dilakukan analisis univariat dengan menghitung nilai tengah (mean, median), nilai maksimun, nilai minimun dan standar deviasi serta mendeskripsikan karakteristik responden melalui tabel dan grafik disertai dengan narasi. Analisis bivariat untuk melihat perbedaan penurunan kepadatan larva sebelum dan sesudah pemasangan lethal ovitrap berisi air rendaman jerami dan air rendaman udang digunakan uji Wilcoxon dengan tingkat kepercayaan 95%. Untuk melihat perbedaan penurunan kepadatan larva pada lethal ovitrap berisi air rendaman jerami dan air rendaman udang digunakan uji  Mann-whitney dengan tingkat kepercayaan 95%.  

HASIL
Analisis Univariat Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan kepadatan larva setelah dilakukan pemasangan lethal ovitrap (LO) di lokasi penelitian. Gambar 1.    Distribusi kepadatan larva pretest dan posttest pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kelurahan Adatongeng Kecamatan Turikale Kabupaten Maros, April-Mei 2013. Sumber : Data primer.   Gambar 1 menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol mengalami penurunan kepadatan larva. Pada kelompok LO berisi air rendaman jerami 10% kepadatan larva saat pretest rata-rata sebanyak 16 larva per kontainer dan setelah posttest turun menjadi 5 larva per kontainer dengan selisih penurunan kepadatan larva pretest dan posttest 11 larva per kontainer. Pada kelompok intervensi lethal ovitrap berisi air rendaman udang 10% jumlah kepadatan larva saat pretest sebanyak 20 larva per kontainer dan setelah posttest sebanyak 6 larva per kontainer dengan selisih penurunan kepadatan larva pretest dan posttest 14 larva per kontainer. Pada kelompok kontrol juga mengalami penurunan dengan kepadatan sebanyak 16 larva per kontainer saat pretest dan setelah posttest sebanyak 13 larva per kontainer dengan selisih penurunan kepadatan larva pretest dan posttest 3 larva per kontainer. Jumlah larva dan telur yang terperangkap pada LO berisi atraktan air jerami lebih banyak daripada LO berisi atrakatan air rendaman udang. Gambar 2.   Perbandingan jumlah larva pada lethal ovitrap dan larva pada kontainer di Kelurahan Adatongeng Kecamatan Turikale Kabupaten Maros, April-Mei 2013 Sumber : Data primer. Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah larva yang terperangkap pada LO berisi atraktan air rendaman jerami 10% lebih banyak daripada jumlah larva dalam (posttest). Jumlah larva yang terperangkap pada LO sebanyak 1.181 larva dan larva yang ada di kontainer (posttest) sebanyak 728. Demikian juga pada kelompok LO berisi atraktan air rendaman udang 10% jumlah larva yang terperangkap pada ovitrap lebih banyak dari kontainer. Jumlah larva pada lethal ovitrap sebanyak 1.041 dan larva pada kontainer  964.   Analisis Bivariat         Hasil analisis kepadatan larva sebelum dan setelah intervensi pemasanagan LO berisi atraktan air rendaman udang dan air rendaman jerami dapat dilihat pada table berikut : Tabel 1.   Analisis kepadatan larva saat pretest dan posttest pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kelurahan Adatongeng Kecamatan Turikale Kabupaten Maros, April-Mei 2013 Kelompok Nilai Statistik n Mean Rank p-value   Air rendaman jerami Pretest Posttest   30     16,00 1,50   0,000   Air rendaman udang Pretest Posttest   30     15,50 0,00   0,000   Kontrol Pretest Posttest   30     17,31 10,93   0,386   Sumber : Data primer. Tabel 1 menunjukkan bahwa mean rank untuk kelompok lethal ovitrap berisi air rendaman jerami 10% saat pretest sebesar 16,00 dan posttest sebesar 1,0. Nilai mean rank untuk kelompok lethal ovitrap berisi air rendaman 10% saat pretest sebesar 15,50 dan saat posttest 0,00. Nilai  mean rank pada kelompok kontrol saat pretest sebesar 17,31 dan menjadi 10,93 saat posttest. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon untuk ketiga kelompok saat pretest dan posttest didapati bahwa pada kelompok lethal ovitrap berisi air rendaman jerami 10% nilai ρ 0,000 berarti pada α 0,05 terdapat perbedaan bermakna penurunan kepadatan larva pada kelompok intervensi lethal ovitrap berisi air rendaman jerami 10%. Untuk kelompok lethal ovitrap berisi air rendaman udang didapati nilai ρ 0,000 berarti pada α 0,05 terdapat perbedaan bermakna penurunan kepadatan larva pada kelompok intervensi LO berisi air rendaman udang 10%. Untuk kelompok kontrol didapati nilai ρ 0,386 berarti pada α 0,05 tidak terdapat perbedaan bermakna penurunan kedapatan larva pretest dan posttest pada kelompok kontrol. Analisis perbedaan selisih penurunan kepadatan larva berdasarkan jenis atraktan dapat dilihat pada table berikut : Tabel 2.   Analisis perbedaan selisih penurunan kepadatan larva pada kelompok LO berisi air rendaman jerami 10% dan air rendaman udang 10% di Kelurahan Adatongeng Kecamatan Turikale Kabupaten Maros, April-Mei 2013 Kelompok n Mean Rank ρ value Kelompok air rendaman jerami 30 25,02 0,015 Kelompok air rendaman udang 30 35,98 Sumber: Data Primer. Tabel 2 menunjukkan bahwa mean rank selisih penurunan kepadatan larva pada  kelompok lethal ovitrap berisi air rendaman jerami 10 % sebesar 25,02 dan mean rank pada kelompok air rendaman udang 10% sebesar 35,98. Berdasarkan hasil uji Mann-whitney didapatkan ρ 0,015 hal ini berarti pada nilai α 0,05 terdapat perbedaan selisih penurunan kepadatan larva pada kelompok lethal ovitrap berisi air rendaman jerami 10% dan air rendaman udang 10%.                        
 
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam perkembangannya penggunaan ovitrap meningkat menjadi salah satu metode pengendalian vektor Aedes. Berbagai modifikasi dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ovitrap. Salah satunya adalah memodifikasi ovitrap menjadi LO dengan diisi zat penarik penciuman (atraktan) yang dapat mempengaruhi perilaku nyamuk dalam memilih tempat bertelur dan pemasangan kasa nylon yang direkatkan pada cincin gabus sebagai perangkap nyamuk (Sayono, 2008). Pada kelompok intervensi LO berisi air rendaman jerami yang dilaksanakan di RT D terjadi penurunan kepadatan larva dilihat dari nilai kepadatan larva sebelum intervensi (pre tes) sebesar 16 dan turun menjadi 5 setelah intervensi. Hasil uji statistik Wilcoxon terhadap perbedaan kepadatan larva sebelum dan sesudah intervensi mendapatkan nilai ρ 0,000 pada α 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna penurunan kepadatan larva pada kelompok intervensi LO berisi air rendaman jerami sebelum dan sesudah intervensi dilakukan. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan LO berisi air rendaman jerami 10% efektif dalam penurunan kepadatan larva di RT D Kelurahan Adatongeng Kecamatan Turikale Kabupaten Maros. Air rendaman jerami mengandung Amonia, CO2, asam laktat dan octanol. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada air rendaman jerami 10% terdapat kadar Amonia sebesar 4,24 mg/l. Terdapat juga CO2 dalam air rendaman jerami 10% namun dengan kadar yang lebih rendah dari Amonia. Amonia dan CO2 merupakan suatu senyawa yang dapat mempengaruhi saraf penciuman nyamuk Aedes. Penelitian yang dilakukan oleh Polson, dkk (2002) dengan pemasangan ovitrap berisi air rendaman jerami 10% dapat meningkatkan indeks ovitrap 8 kali lipat. Penelitian yang dilakukan oleh Santos, dkk (2003) dengan menggunakan atraktan air rendaman jerami dalam berbagai konsentrasi juga dapat mengundang nyamuk lebih banyak bertelur di ovitrap tersebut. Pada kelompok intervensi LO berisi air rendaman udang yang dilaksanakan di RT E terjadi penurunan kepadatan larva dengan nilai kepadatan larva 20 per kontainer sebelum intervensi dan turun menjadi 6 per kontainer setelah intervensi. Hasil uji statistik Wilcoxon terhadap perbedaan kepadatan larva sebelum dan sesudah intervensi mendapatkan nilai ρ 0,000 pada α 0,005. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna penurunan kepadatan larva pada kelompok intervensi LO berisi air rendaman udang 10% sebelum dan sesudah intervensi dilakukan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan LO berisi air rendaman jerami 10% efektif dalam penurunan kepadatan larva di RT E Kelurahan Adatongeng Kecamatan Turikale Kabupaten Maros. Menurunnya kepadatan larva pada kelompok LO berisi air rendaman udang 10 % juga dapat dilihat pada gambar 6 bahwa terjadi penurunan kepadatan larva setelah intervensi dengan selisih penurunan larva 14 per kontainer. Intervensi  penerapan LO berisi air rendaman udang 10% di RT E Kelurahan Adatongeng terbukti efektif dalam penurunan kepadatan larva. Hal ini dapat terjadi karena LO berisi air rendaman udang dapat memikat nyamuk Aedes untuk datang bertelur di wadah tersebut karena adanya atraktan air rendaman udang 10% menghasilkan Amonia dan CO2 yang dapat menarik saraf penciuman nyamuk Aedes untuk datang meletakkan telurnya. Air rendaman udang  mengandung sisa protein atau hasil metabolisme lain seperti feses dan senyawa kimia baik dalam bentuk gas maupun cair yang disukai nyamuk Aedes.        Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Sayono, dkk (2008)  bahwa modifikasi ovitrap menjadi lethal ovitrap berisi atraktan air rendaman udang menyebabkan nyamuk terperangkap sebanyak 2.242 ekor dan dengan penerapan LO ini dapat menurunkan kepadatan larva (indeks Aedes HI, CI dan BI) masing-masing sebesar 7%, 5% dan 2% antara sebelum dan sesudah penerapan LO yang dimodifikasi. Hasil penelitian Sayono, dkk (2010) menyimpulkan bahwa penggunaan LO dari kaleng bekas memiliki dampak positif untuk menurunkan indeks-indeks jentik secara signifikan. Intervensi penerapan LO berisi air rendaman jerami dan air rendaman udang yang dilakukan di RT D dan RT E Kelurahan Adatongeng Kecamatan Turikale Kabupaten Maros dapat menurunkan kepadatan larva pada kedua kelompok intervensi. Pada kelompok LO berisi air rendaman jerami 10% hasil uji statistik  sebelum dan sesudah intervensi menunjukkan ada perbedaan bermakna penurunan kepadatan larva. Pada kelompok LO berisi air rendaman udang 10% hasil uji statistik sebelum dan sesudah intervensi menunjukkan ada perbedaan bermakna penurunan kepadatan larva. Hasil uji statistik menunjukkan nilai mean rank pada kedua kelompok intervensi masing-masing sebesar 25,05 pada kelompok LO berisi air rendaman jerami 10% dan 35,98 pada kelompok LO berisi air rendaman udang 10% dengan nilai ρ 0,015 pada α 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara kelompok intervensi LO berisi air rendaman jerami 10%  dan kelompok intervensi LO berisi air rendaman udang 10%  dalam penurunan kepadatan larva. Dengan adanya LO yang dipasang didalam dan diluar rumah dapat menjadi tempat perkembangbiakan yang baik bagi nyamuk Aedes sehingga tempat penampung air bersih yang ada tidak lagi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes. Lethal ovitrap dari wadah plastik ini dirancang untuk menjadi tempat perindukan yang menarik bagi nyamuk Aedes betina yang akan bertelur dan mematikan bagi nyamuk muda yang baru menetas. Alat sederhana ini dibuat mematikan nyamuk muda yang baru menetas dengan memasang kassa nylon pada permukaan air yang diapungkan dengan cincin gabus didalam wadah Sayono, dkk (2008) dan telur yang terdapat pada gabus tidak dapat menetas jika tidak terkena air.Penggunaan LO secara rutin dan berturut-turut dapat menyebabkan proses regenerasi nyamuk Aedes akan terputus karena telur nyamuk yang diletakkan pada LO jika telah menetas dan menjadi nyamuk tidak bisa keluar dari LO karena adanya kasa nylon dan akan mati jika telah menjadi nyamuk dewasa.  
 
KESIMPULAN DAN SARAN   Berdasarkan hasil penelitian dan uji statistik, Lethal ovitrap berisi atraktan air rendaman udang 10% efektif dalam menurunkan kepadatan larva Aedes aegypti di Kelurahan Adatongeng Kecamatan Turikale Kabupaten Maros (ρ=0,000). Lethal ovitrap berisi atraktan air rendaman jerami 10% efektif dalam menurunkan kepadatan larva Aedes aegypti di Kelurahan Adatongeng Kecamatan Turikale Kabupaten Maros (ρ=0,000). Ada perbedaan penurunan kepadatan larva Aedes aegypti pada lethal ovitrap berisi atraktan air rendaman jerami 10% dan air rendaman udang 10% di Kelurahan Adatongeng Kecamatan Turikale Kabupaten Maros (ρ=0,015). Disarankan kepada masyarakat untuk menggunakan lethal ovitrap berisi atraktan air rendaman jerami 10% sebagai salah satu alternative pengendalian nyamuk Aedes di lingkungan pemukiman karena berdasarkan hasil penelitian ini, pada lethal ovitrap berisi atraktan air jerami lebih banyak larva dan telur nyamuk Aedes terperangkap, pengadaannya mudah dan tidak memerlukan biaya yang besar. Disarankan kepada pengambil kebijakan, khususnya di Kabupaten Maros dapat menggunakan lethal ovitrap berisi atraktan jerami 10% sebagai salah satu alternative pengendalian nyamuk Aedes yang dilakukan secara berkala.  
 
DAFTAR PUSTAKA Astuti D. (2008). Upaya pemantauan nyamuk aedes aegypti dengan pemasangan ovitrap di desa Gonilan Kartasura Sukoharjo, Warta, Vol 2 Maret 2008 : 90-98. Bento J dkk. (2003). Resistance of Aedes aegypti to organophospate in Several Municipalities in The State of Rio de Janeiro and Espirito Santo Brazil, American tropic Medicine Hygiene, 68 (3), 2003. Cruz, EI., dkk. (2008). Aedes Survey of Selected Public Hospital Admitting Dengue Patients in Metro Manila Philippines, Dengue Bulletin Vol. 32, 2008. Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) Oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik), Jakarta. Polson, KA, dkk. (2002). The Use of Ovitraps Baited with Hay Infusion as a Surveillance Tool for Aedes aegypti Mosquitoes in Cambodia, Dengue Bulletin- Vol 26, 2002. Santos SRA, dkk. (2003). Field Evaluation of Ovitraps Consociated with Grass Infusion and Bacillus Thuringiensis var. Israelensis to Determine Oviposition Rates of Aedes aegypti, Dengue Bulletin-Vol 27, 2003. Sayono, dkk. (2008). Pengaruh Modifikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes Yang Terperangkap, http://eprints.undip.ac.id/18741/ diakses tanggal 27 September 2012. Sayono, dkk. (2010). Dampak Penggunaan Perangkap Dari Kaleng Bekas Terhadap Penurunan Populasi Nyamuk Aedes sp (Studi Awal Potensi Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue Berbasis Komunitas), http://jurnal.unimus.ac.id diakses tanggal 10 Februari 2013. Sayono (2008). Pengaruh Modifikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes yang Terperangkap, Tesis, Semarang : Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Sinnathamby dkk. (2007). Seasonality and insecticide susceptibility of dengue vectors: an ovitrap based survey in a residential area of northern Sri lanka.Southeast Asian Journal Tropical Medicine Public Health, 2007. Sithiprasasna R, dkk. (2003). Field Evaluation of a Lethal Ovitrap for The Control of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) in Thailand, Journal Medical Entomology : 40(4) : 455-462. WHO, (2012). Global Alert an Response (GAR) Dengue/dengue haemorrhagic fever.http://www.who.int/csr/disease/dengue/en/  diakses tanggal 10 Januari 2012. Zeichner, BC., dkk.(1999). Laboratory Testing of A Lethal Ovitrap for Aedes aegypti, Medical and Veterinary Entomologi 13, 234-238.            

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pencegahan & Pengendalian Penyakit
Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP)
Kelas I Makassar.


  • Pro Rakyat
  • Inklusif
  • Responsif
  • Efektif
  • Bersih

Statistik

134127

Pengunjung hari ini : 18
Total pengunjung : 134127

Hits hari ini :19
Total Hits : 395600

Pengunjung Online: 1


Copyright BTKLPP Makassar 2024